Selasa, 29 November 2011

Workshop RPP Karakter Berbasis PAIKEM


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Karakter Berbasis PAIKEM


SMA                                       : SMA Alkautsar Bandar Lampung
Mata Pelajaran                         : Sejarah
Kelas/Semester                        : X/1
Standar Kompetensi                 : 1.  Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah
Kompetensi Dasar                    : 1.1. Menjelaskan Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah
Indikator                                  : Mendeskripsikan pengertian sejarah berdasarkan asal usul
                                                  kata dan pandangan para tokoh
Alokasi Waktu                         : 1x45 menit

A.     Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu untuk:
  • Mendeskripsikan pengertian sejarah berdasarkan asal usul kata
  • Mendeskripsikan sejarah dalam pandangan para tokoh
       Nilai Karakter Bangsa  : 
§          Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.
        Kewirausahaan / Ekonomi Kreatif   : 
§          Percaya diri (keteguhan hati, optimis).Berorientasi pada tugas (bermotivasi, tekun/tabah, bertekad, enerjik). Pengambil resiko (suka tantangan, mampu memimpin), Orientasi ke masa depan (punya perspektif untuk masa depan).

B.     Materi Pembelajaran
·        Arti kata sejarah berdasarkan asal usul kata
·        Sejarah dalam pandangan para tokoh tentang

C.     Metode Pembelajaran
Pendekatan model ICT dan life skill, metode bermain, pemberian tugas, tanya jawab

Strategi Pembelajaran
Tatap Muka
Terstruktur
Mandiri
·        Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah
·       Buatlah silsilah keluarga Anda, kemudian tulislah sejarah keluarga Anda dalam bentuk karangan!
·       Siswa dapat Menjelaskan Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah .

D.     Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1.      Kegiatan Pendahuluan
·        Apersepsi guru membuka pembelajaran dengan menerapkan permainan “Aku Adalah” dengan menunjuk siswa secara acak untuk menyebutkan nama dan asal usul keluarganya. Siswa yang telah ditunjuk kemudian dipersilahkan menunjuk teman lain untuk melakukan hal yang sama.
·        Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
2.      Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
·        Guru menjelaskan arti kata sejarah berdasarkan asal usul kata dengan peta konsep . 
 ((nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.);
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
·        Penugasan mencari pengertian arti kata sejarah dan pandangan tokoh tentang sejarah dari situs di www.yahoo.com, www.wikipedia.com, www.google.com. (nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.);
·        Tanya-jawab berdasarkan hasil temuan siswa dari internet dan mencermati contoh pandangan tokoh mengenai sejarah di buku teks (hal......). (nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.);
·        Peserta didik secara individu membuat pohon silsilah keluarga dan sejarah keluarga dalam bentuk karangan. (nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.);
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
·        Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui (nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu.);
·        Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui. (nilai yang ditanamkan: menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.)
3.      Kegiatan Penutup
·        Bersama-sama melakukan refleksi materi yang telah dibahas. (nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.);
·        Menarik kesimpulan materi. (nilai yang ditanamkan: Jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, peduli lingkungan, tanggung jawab.);

E.      Sumber Belajar
·        Kurikulum KTSP dan perangkatnya
·        Pedoman Khusus Pengembangan Silabus KTSP SMA -    
·        Buku sumber Sejarah SMA –  (..................)
·        Peta konsep
·        OHP
·        Buku-buku penunjang yang relevan
·        Internet

F.      Penilaian
A.     Pembuatan pohon silsilah keluarga dan karangan tentang sejarah keluarga (Aktivitas hal......).

 

Format Penilaian Silsilah Keluarga

Aspek yang dinilai
Nilai Kualitatif
Nilai Kuantitatif
Ketepatan silsilah



Keakuratan nama-nama keluarga



Pemberian warna



Ketepatan penggunaan garis dan tanda penghubung silsilah



Keterangan silsilah lengkap



Kerapian



Jumlah Nilai



 

Format Penilaian Karangan

Aspek yang dinilai
Nilai Kualitatif
Nilai Kuantitatif
Deskripsi
Pengantar




Menunjukkan dengan tepat isi karangan/laporan penelitian
Isi




Kesesuaian antara judul dengan isi dan materi. Menguraikan hasil karangan/penelitian dengan tepat. Hal-hal yang ditemukan dalam penelitian
Penutup



Memberikan kesimpulan karangan/hasil penelitian
Struktur/logika penulisan



Penggambaran dengan jelas metode yang dipakai dalam karangan/penelitian
Orisinalitas karangan



Karangan/penelitian merupakan hasil sendiri
Penyajian, bahasan dan bahasa



Bahasa yang digunakan sesuai EYD dan komunikatif
Jumlah Nilai





Kriteria Penilaian :
Kriteria Indikator
Nilai Kualitatif
Nilai Kuantitatif
80-100
Memuaskan
4
70-79
Baik
3
60-69
Cukup
2
45-59
Kurang cukup
1


Mengetahui,                                                                Bandar Lampung, 29 November 2011
Kepala Sekolah,                                                                       Guru Mata Pelajaran



Drs. H. Joko Santoso                                                               Ersontowi, S.Pd, M.Pd
NIP/NRK.......................                                                         NIP/NRK.......................        

Pers Harus Membela Golongan Tertindas


Rosihan Anwar:

Pers Harus Membela Golongan Tertindas

SIAPAKAH tokoh pers tiga zaman yang masih tersisa dan tetap menulis pada usia yang telah menginjak 85 tahun? H Rosihan Anwar Gelar Sutan Malintanglah jawabnya. Apa komentar dia tentang kondisi pers terkini? Apa saran pendekar sakti pers Indonesia ini terhadap perkembangan media yang kian jauh dari perannya sebagai media pendidikan? Berikut perbincangan dengan dia di rumah sederhana, di Jalan Surabaya 13, Menteng, Jakarta, belum lama ini.
Menurut Anda apa yang tengah terjadi dengan pers kita? Masihkah ia menjadi "ruang rapat umum". Apakah pers masih menjadi wadah kepentingan bersama?
Pers sekarang jauh berbeda dari pers 50 tahun lalu. Dulu ia bernama pers perjuangan. Tidak banyak staf, beroplah kecil, tapi melayani kepentingan rakyat. Ia juga menjadi alat mencapai kemerdekaan dan kedaulatan. Sekarang, dengan muncul liberalisasi ekonomi yang berorientasi pada ekonomi global, memaksa kita menyesuaikan diri untuk bertahan.
Akibatnya pers tidak melayani kepentingan umum. Surat kabar makin hari makin jelek. Ia dikuasai oleh beberapa kelompok yang kaya dan berhasil saja. Tidak ada lagi koran-koran kecil dan independen yang bisa hidup.
Meskipun begitu ada juga koran-koran yang tetap bertahan dan hidup di daerah karena dapat dukungan dari masyarakat sekitar seperti Pikiran Rakyat (Bandung) Suara Merdeka (Semarang), dan Waspada (Medan).
Apakah dengan demikian pers masih bisa menampilkan diri sebagai ruang publik bagi siapa pun?
Seorang pengusaha boleh saja menerbitkan banyak media di daerah dengan koran-koran daerah. Akan tetapi ketika saya tanya, apakah semua itu bisa menjadikan medianya sebagai ruang publik? Belum tentu. Apakah koran itu untuk melayani kepentingan publik?
Pendek kata tidak ada lagi koran yang benar-benar berjuang mengurangi kemiskinan, misalnya. Tak ada koran-koran melakukan riset dan investigasi untuk menemukan rumusan bagaimana supaya kemiskinan berkurang.
Pers kita kian bergerak ke infotainment. Bagaimana cara mengatasi persoalan semacam ini?
Tidak bisa diatasi. Hanya bisa diterima. Itu bagian dari konsekuensi dan ciri pembaca koran sekarang. Orang ingin infotainment, ya dikasih infotainment. Tapi di samping itu sebaiknya juga diberi hal-hal serius.
Selain itu para pengelola jangan hanya mabuk mencari iklan sebanyak-banyaknya dan melupakan isi yang bermanfaat bagi masyarakat. Pers harus mengedepankan hati nurani. Dengan begitu, ia tetap dapat kembali ke rel sejarah. Rel sejarah itu apa? Rel sejarah itu adalah pers yang bisa mengakhiri kezaliman dan penindasan. Pers harus bisa membela golongan yang tertindas oleh pembangunanisme.
Lalu mengapa untuk menjadi institusi yang menjaga nilai-nilai atau mendidik, pers terkesan tertatih-tatih?
Itu karena para pimpinan surat kabar kurang berimprovisasi. Mereka bingung mesti menyajikan apa. Sebaiknya para pekerja pers jangan hanya berpikir "asal koran laku".
Seharusnya mereka mengerti bagaimana membuat koran yang baik. Wartawan-wartawan harus dilatih dilatih menjadi pemberita yang benar. Jangan jadi wartawan yang cari enak saja. Pers kita jadi seperti ini akibat berbagai faktor yang sangat saling berkait. Semua memunyai dampak terhadap situasi pers sekarang. Menurut saya, sebagai orang yang 64 tahun bergelut di profesi ini, situasi pers sekarang tidak menggembirakan. Intinya wartawan kurang berempati kepada masyarakat. Kalaupun ada mereka tidak bisa berbuat apa-apa atau malah kena damprat redaksi.
Selama menjadi jurnalis, apakah Anda memimpikan sebuah pers yang ideal untuk sebuah negeri yang belum "mapan" seperti Indonesia?
Itu jelas. Intinya ada dua hal yang harus dilakukan untuk membuat pers ideal. Pertama, kita bikin koran sesuai dengan keinginan pembaca. Kedua, bukan berikan apa yang pembaca mau, tetapi berikan pembaca apa yang koran inginkan supaya mereka menjadi lebih tahu. Menurut saya yang terbaik ya yang kedua itu. Cuma, sekali lagi saya tidak melihat pemilik koran yang berpikiran seperti itu. Akan tetapi media juga akan menjadi baik jika ada yang selain memberikan apa yang pembaca inginkan, ia juga memberikan yang koran inginkan. Ini akan membuat pembaca menjadi terdidik kepada hal-hal yang serius. Dengan demikian koran mendekati fitrah untuk memenuhi fungsi sosial.
Bagaimana Anda menjalani hidup sebagai jurnalis yang berhadapan dengan berbagai "badai" kepentingan?
Dulu saya berusaha objektif. Kalau sekarang, sudah tidak ada lagi yang namanya badai kepentingan. Sekarang tulisan saya susah diterima oleh koran-koran. Mereka anggap tulisan saya sudah kuno. Jadi saya sekarang sudah tidak bisa memberikan pendapat apa-apa lagi. Saya pasrah dan nrima. Padahal tulisan saya mendidik, karena berisi kandungan sejarah, budaya, dan politik. Sayang , meskipun semua tulisan saya hadirkan dengan cara enak dibaca dan menarik perhatian, tetap saja ada sebagian orang yang berpendapat tulisan saya kuno.
Anda dikenal sebagai penulis "In Memorian" yang tangguh. Selain kekuatan memori, apa yang Anda munculkan kepada publik?
Ketangguhan muncul kerena saya menceritakannya secara pribadi, selain pada dasarnya saya suka sejarah. Yang jelas saya menulis dengan cara lain dan kebetulan banyak pengalaman. Menulis secara lugas dan menarik tentu juga menjadi kunci keberhasilan. Itu semua namanya personalize your story, ceritakan beritamu dengan cara personal atau pribadi. Kalau sudah begitu, ia tak akan jadi tulisan yang kering.
Anda juga kerap menulis "sejarah kecil' dalam berbagai kesempatan. Apakah itu merupakan counter attack terhadap sejarah resmi?
O bukan, bukan. Tak ada itu counter attack terhadap sejarah resmi. Kebetulan saya penggemar sejarah. Jadi, saya banyak menulis sejarah berdasarkan pengalaman yang saya kemukakan secara apa adanya. Sejarah kan butuh pengamatan. Sejarawan si polan bilang ini, sejarawan B bilang ini, sementara saya bilang ini.
Saya pikir itu tetap boleh-boleh aja. Meski konsekuensinya berbeda dari sejarah resmi. Sejarah resmi sendiri kan juga dapat berubah. Sejarah itu kan pengetahuan yang selalu berkembang. O ya, saya ini anggota masyarakat sejarawan Indonesia lo.
Saya beri contoh, misalnya Peristiwa Malari, 19 Januri 1974. Saya menulis dulu apa yang saya temukan. Misalnya ada pertentangan antara Jenderal Soemitro dengan Ali Moertopo. Jenderal Soemitro pernah curhat kepada saya, setelah rapat dengan Pak Harto, dia pernah ngajak berkelahi duel pistol Ali Moertopo, tapi Moertopo nggak mau. Itu nggak ada dalam sejarah resmi. Tapi itu kan namanya juga sejarah. Bagaimana menguji keautentikannya? Sulit. Keduanya kan sudah meninggal. Ya kepada saya saja ngujinya. Apa betul seperti itu? Menurut saya, betul. Karena Soemitro sendiri yang cerita kepada saya. Itu namanya sejarah-sejarah kecil.
Apa obsesi Anda terkini?
Saya ingin selama mungkin menulis untuk surat kabar dan majalah. Karena apa? Terus-terang keuangan saya payah. Saya ini wartawan yang tidak berpensiun. Tak ada deposito yang berarti. Jadi obsesi saya selama tidak pikun atau sehat, ya menulis untuk mendapatkan uang supaya Ibu Rosihan tak kesusahan. Wah, menyedihkan ya kalau saya ceritakan? Tapi memang begitulah keadaannya. Saya ceritakan semua ini bukan untuk maksud apa pun. Saya hanya ingin menulis untuk untuk bertahan hidup. Makanya kalau ada surat kabar yang masih mau memuat tulisan saya, saya akan berterima kasih. Jadi ini murni soal ekonomi. Ya, inilah saya yang mengalami pembridilan surat kabar selama dua kali pada masa Soekarno dan Soeharto.
Terus-terang saat "berjaya" saya tidak punya kesempatan membikin surat kabar atau perusahaan yang dapat memungut income atau keuntungan. Semua hancur karena percetakan disita dan sebagainya. Begitulah kelakuan pemerintah kita, elek.
Oposisi selalu diberangus. Surat kabar yang tidak mengalami pembreidelan ya bertahan hingga sekarang seperti Suara Merdeka. Saya tahu betul Suara Merdeka karena Hetami teman saya. Saya menyebut segala peristiwa yang menyangkut kehidupan saya ini sebagai tragedi pribadi. (Sonia)

Didiklah Rakyat Supaya Menjadi Tahu




Dalam tulisan ini  Rosihan Anwar  pernah mengajak kita mengulas kembali makna dari pengertian Demokrasi dalam suatu keadaan  berpikir di pikiran kita atau benak kita ( Democracy is state of mind ).  Dan demokrasi itu mempunyai  kekuatan berupa kebebasan ( Democracy is a liberating force ). Yaitu melepaskan manusia dari kungkungan dan kendala , berupa kemiskinan, rasa rendah diri, keterbelakangan, kebodohan dan sebagainya……

Demokrasi di Indonesia terasa berat untuk dilakukan karena adanya frame berpikir yang salah dalam demokrasi. Dalam pikiran ( state of mind )  orang Indonesia  belum seluruhnya terpasang pada demokrasi. Ini dapat kita lihat pada sikap, tingkah laku, ucapan orang-orang disekeliling kita. Yaitu sikap ingin menjadi BOSS, terus minta dilayani, mau menang sendiri, dan selalu menyatakan pendapatnya yang paling benar dari pendapat orang lain, bersikap segala tahu alias Mister Knowall seperti anggapan  rakyat kita dahulu terhadap Raja-raja yang dianggap serba bias ( primus interpares ).

Sementara tujuan awal adari demokrasi adalah menghantarkan rakyat suatu negeri menuju kemakmuran, keadilan, dan perlindungan hukum ( rule of law ) yang mengatur tata kehidupan rakyat.

Akan tetapi saat ini di negeri yang kita cintai ini birokrasi tak dapat di kontrol dan tak biasa dan tak bisa di kritik, ditambah maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme menambah parah demokrasi yang kita dengung dan agungkan.

Apakah lantas berarti pers nasional tidak mampu berbuat banyak dalam peningkatan kualitas demokrasi? Yang dapat dijawab ialah pers harus berusaha. Dengan latar belakang yang digambarkan tadi, peningkatan kualitas demokrasi mempersyaratkan bahwa rakyat hasrus dididik. Dididiklah rakyat supaya menjadi tahu. Berikan kepada rakyat informasi sehingga dia dapat melakukan pilihan.

Kenichi Ohmae, guru manajemen jepang, dalam bukunya The Borderless World , mengutarakan: Dalam abad ke-21 di dunia akan makin dominan interlinked economy (ILE), ekonomi saling terkait. Dalam rangka ILE itu, rakyat harus dididik, diberi informasi, agar memilih barang atau komoditas yang paling bagus dan paling murah. Jika begitu kiatnya,, mengapa tidak kita terapkan pula untuk mencapai peningkatan kualitas demokrasi? Didiklah rakyat.

Mengenai partisipasi politik pada saat ini , dewasa ini harus diakui partisipasi itu belum sungguh-sungguh. Baru hanya pada aspek-aspek formal dan institusional, belum mengenai esensi yang hakiki. Pemilihan umum kita adalah secara teratur tiap lima tahun, partai-partai politik ada, MPR dan DPR dan juga Presiden dan Wakil Presiden juga telah dipilih oleh rakyat. Apa yang disebut parapherinalia demokrasi, semua itu ada. Tapi benarkah sudah dilaksanakan kedaulatan rakyat yang sebenarnya? Ini perlu dipertanyakan. Pada pendapat saya demokrasi belum lah dijalankan.
Politik dalam sharing power atau berbagi kekuasaan di antara berbagai kelompok kepentingan, politik dalam angsur tolak, sedia kompromi, memberi dan menerima di kalangan pelaku-pelaku politik, belum seluruhnya jalan.

Sarjana hukum, advokat tenar, dan mantan Pemimpin Redaksi Harian Abadi almarhum Suardi Tasrif mengatakan bahwa UUD 1945 meletakkan kekuasaan sangat besar dalam diri Presiden eksekutif, melebihi atau setidak-tidaknya menyamai kekuasaan Gubernur Jendral Hindia Belanda, yakni DPR sama dengan Volksraad (Dewan Rakyat), departemen sama dengan departemen Hindia Belanda, Makamah Agung sama dengan Raad van Indie.

Dalam setting demikian, bagaimana kita dapat bicara tentang partisipasi politik rakyat , yang selalu di indentikan dengan demokrasi yang bersendikan kedaulatan rakyat tersebut?  Masih sulit dan lewat suasana batin dan lahiriah dalam masyarakat yang terpasang kepada nilai-nilai kesetiakawan, dan ketulusan nurani.

Hendaklah diusahakan berkembangnya anak-anak muda kita menjadi pengawal dan pemimpin bangsa dan negara dalam perjalanan menuju masyarakat yang adil dan makmur dan di atas segala-galanya yang berhaklah, a just, prosperous dan moral society.


Jumat, 25 November 2011

Sejarah PGRI


SEJARAH  SINGKAT  LAHIR  PGRI
(Persatuan Guru Republik Indonesia)

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.  Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan  Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1.   Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
2.   Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3.   Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.
Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dibacakan Oleh; Ersontowi, S.Pd, M.Pd
Pada peringatan hari Guru dan HUT PGRI ke 66 Tahun 2011
Tanggal 25 November 2011 di Bandar Lampung

Tugas Buat Kls XII IPA SMA AK TP.2011/2012

Asalamualaikum.Wr.Wb.
Kepada semua siswa-siswi kls XII IPA, agar dapat mengisi LKS nya dengan kunci jawaban yang ada di Blog, maka pada hari  Senin  Tgl 28 Nov  2011 semua sudah di kumpulkan atau dilaporkan,Jika pada hari Senin belum dikumpulkan maka tidak mendapatkan nilai.Trims.
wassalam.

Kunci Jawaban LKS XII IPA